Monday, 26 September 2022 | 15:59 Wita

Tidaklah Rugi Seorang yang Jujur

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Ustadz Ihsan Wahyuddin, Pengurus DPD Hidayatullah Pangkep

OPINI, HidayatullahSulsel com — Bersyukurlah kita yang mampu melaksanakan shalat subuh berjamaah. Karena begitu banyak orang yang masih tertidur tak mampu dan terasa berat bangun dari tidurnya.

Ada ungkapan orang-orang yang berat untuk bangun shalat subuh berjamaah itu karena telinganya dikencingi setan. Sejujurnya tak ada orang yang awalnya langsung ringan dalam menunaikan shalat subuh namun jika telah dibiasakan dan niatnya diluruskan karena Allah ta’alla insyallah kemudian akan ringan.

Bicara soal kejujuran. Ada sebuah kisah mulia dari seorang ulama besar salah satu pendiri majhab dalam Islam, Imam Syafii.

Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Usman bin Syaafi’ bin Saaib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Haasyim bin ‘Abdul Mutthalib bin ‘Abdul Manaf

Suatu waktu seorang pemuda berjalan di tengah hutan. Di pinggir sungai dalam keadaan lapar dia melihat pohon apel yang sedang berbuah lebat.

Oleh karena tak bisa lagi menahan lapar, pemuda tersebut memetik buah apel tersebut dan memakannya. Beberapa saat kemudian dia menyadari bahwa apel ini haram buatnya, maka segera dia menelusuri hutan tersebut mencari pemilik pohon kebun apel tersebut.

Dari jauh dia melihat rumah dan dia mengetuk pintu. Keluarlah seorang tua. Pemuda tersebut bertanya, apakah bapak pemilih dari kebun apel yang sementara berbuah.

Dijawab, “Ya sayalah pemiliknya.” Pemuda tersebut berkata, “Saya telah memakan buah apel bapak maka saya mohon agar menghalalkanya untuk saya.”

Orang tua tersebut mengatakan, “Saya hanya akan menghalalkan apel tersebut dengan syarat engkau bersedia menikahi puteri saya yang buta, bisu, tuli dan lumpuh.”

Pemuda tersebut terkejut, dalam pikirannya, syarat ini amat sangat berat. Tapi oleh karena dia lebih membutuhkan agar orang tua tersebut menghalalkan apel yang telah dimakannya maka dia menyetujui syarat itu.

Maka segera orang tua tersebuy memanggil anak perempuannya untuk segera keluar. Alangkah terkejutnya sang pemuda, ternyata anak perempuan yang keluar ternyata tidak buta, bisu, tuli dan lumpuh. Bahkan sangat cantik.

Maka dijelaskan bahwa yang dimaksud buta, anaknya tidak melihat yang tidak pantas baginya. Dimaksud bisu, dia tidak banyak bicara yang tidak bermanfaat. Dimaksud tuli, dia tidak mendengarjan hal-hal yang tidak layak untuk didengarkan. Yang dimaksud lumpuh, dia tidak sembarang melangkah (berjalan) pada tempat-tempat yang tidak pantas.

Maka dinikahkanlah pemuda tersebut dengan anak perempuan orang tua pemilih kebun apel dengan mahar harus bekerja beberapa tahun diladangnya.

Maka setahun kemudian lahirlah ulama besar Imam Syafi’i

Hikmah dari kisah tersebut di antaranya Ternyata kejujuran itu tidak membuat kerugian bahkan sangat menguntungkan.

Kedua dengan kejujuran kita akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Wallahu alam.(*)

*) Disarikan dari Kultum Subuh Mesjid Agung Pangkep