Tuesday, 3 January 2023 | 05:59 Wita

Menyemai Kader di Bumi Panrita Lopi, Merealisasikan 3 Wejangan Perintisan Dakwah (2)

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Dwi Fii Amanillah, Kadep Tarbiyah dan Kepesantrenan DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Awal perintisan pesantren Hidayatullah Bulukumba di dataran penuh bebatuan di lingkungan Batua Padangmonro Desa Garanta Kecamatan Ujungloe merupakan sepenggal kisah kehidupan yang begitu membahagiakan menorehkan makna yang begitu mendalam.

Di masa -masa perintisan yang penuh dengan kekurangan itulah, pertolongan Allah terasa begitu dekat. Di gubuk beratapkan rumbia di tengah perkebunan tebu, berteman bintang-bintang malam dan lampu teplok yang cahaya timbul tenggelam di sinilah dzikir dan doa dimunajatkan dalam sholat dalam lirihnya lantunan doa penuh kekhusyukan.

Di sini pulalah tetesan peluh keringat terasa begitu berarti dan menyegarkan badan. Aura keberkahan di kampus peradaban Padangmonro begitu berkesan bagi siapa pun yang turut ambil bagian membersamai perintisan kampus pesantren Hidayatullah tersebut.

Ada seorang dokter teladan yang selalu menyempatkan hadir di kampus pesantren, sekedar ingin melepas lelah dan bercengkerama dengan para dai perintis sambil menyeruput teh hangat.

Ada juga preman insyaf yang dengan senang hati menghibahkan waktu dan tenaganya untuk membantu pembangunan pondok dan masih banyak para muhsinin lainnya yang dengan suka cita membantu memenuhi kebutuhan kampus.

Penduduk di dusun Padangmondro pun secara rutin setiap kali panen mengirimkan jagung dan sayur mayur untuk kebutuhan warga dan santri mukim yang pada saat perintisan baru berjumlah belasan orang saja.

Terkait perintisan, setidaknya ada 3 wejangan yang menjadi bekal dan inspirasi bagi petugas perintisan, yang pertama adalah pesan dari Allahuyarham Ust. Abdullah Said (pendiri Hidayatullah) untuk mencontoh Nabiyullah Ibrahim ketika beliau menempatkan Istri dan anak keturunnanya di lembah bakkah (Mekkah) yang sangat kering dan tandus tanpa pepohonan, dengan menitip bekal tawakkal kepada Allah dan perintah untuk mendirikan sholat.

Dengan keyakinan yang kuat dan kesabaran yang luar biasa dari keluarga Nabi Ibrahim mengundang rahmat Allah dengan ditemukannya sumber air yang penuh berkah yakni sumur Zam zam.

Keberadaan sumur ini telah mengundang para kafilah dagang yang sering melintas di kawasan tersebut untuk singgah bahkan menetap di lembah Bakkah.

Wejangan kedua adalah pesan kepada para kader yang ditugaskan ke daerah untuk mencari sosok pendukung dakwah yang diinterpretasikan sesuai karakterristik sahabat Nabi Muhammad SAW.

Mencari sosok seperti Abu Bakar Asshidiq selaku tokoh masyarakat yang mengayomi dan terpercaya, mencari sosok seperti Bilal bin Rabah yang berasal dari kalangan bawah/ dhuafa tapi sangat kuat aqidah ibadahnya dan fisiknya, mencari sosok seperti Ali Bin Abi Thalib yang cerdas dan pemberani, mencari sosok seperti Umar bin Khattab yang kuat dan ditakuti oleh musuh-musuhnya serta mencari sosok seperti Usman bin Affan yang kaya dan sangat dermawan.

Recruitmen stock holder ala manhaj nubuwah di awal perintisan jaringan dakwah maupun kampus pesantren ini, dimaksudkan untuk memudahkan dan mempercepat landingnya gerakan dakwah untuk terbangunnya peradaban Islam di sebuah daerah atau wilayah.

Wejangan ketiga adalah pesan untuk menyebarkan salam dan memberi makan. Pesan ini diejawantahkan di lapangan oleh para kader dai Hidayatullah untuk selalu menyebarkan rahmat ke seluruh alam dengan rajin bersilaturahmi dengan santun dan menampilkan akhlaqul karimah. Adapun memberi makan diterjemahkan dengan mendirikan Baitul Maal dan mengumpulkan anak anak yatim.

Jika semua kaidah dan tatacara dalam mengawali dakwah dan perintisan kampus-kampus peradaban tersebut diterapkan secara baik maka jalan-jalan hidayah akan terus terbuka lebar menembus ke seluruh penjuru negeri, punya pengaruh dan kekuatan.(bersambung/*)



BACA JUGA