Wednesday, 29 March 2023 | 12:52 Wita

Karena Idealisme Pegangan yang Kokoh

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Ridwan, Pemuda Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda “Meski bulan diletakkan di tangan kiri saya dan Matahari diletakkan di tangan kanan saya, saya tidak akan berhenti dari jalan kebenaran ini.”

Tegas. Hadits ini diucapkan Nabi Muhammad shalahu alaihi wasallam saat pembesar Qurais merayu pamannya Abu Thalib untuk membujuk Rasullah agar berhenti menyebarkan ajaran Islam pada masa itu.

Imbalannya adalah Harta, Tahta dan Wanita. Tidak hanya sampai di situ, baginda Rasulullah shalahu alaihi wasallam diberi kebebasan untuk memilih hadiah mana yang paling disukainya.

Namun karena Rasulullah memiliki idealisme, Ia tidak terpengaruh dengan tawaran yang menggiurkan itu. tapi Baginda shalahu alaihi wasallam dengan tegas menolak semua bujukan sekalipun bulan dan matahari sebagai imbalannya.

Kemantapan idealisme itu kemudian diuji lagi oleh Allah Ta’ala. Maka pembesar kafir Qurais kembali berkumpul membicarakan cara agar dakwah Rasulullah shalahu alaihi wasallam berhenti.

Maka tercapailah kesepakatan, kalau kesejahteraan dan kebahagiaan dunia tidak membuatnya terpengaruh, mungkin dengan siksaan bisa membuatnya berhenti melakukan aktivitas dakwah.

Maka beragam siksaan mereka lakukan, mulai dari siksaan mental hingga siksaan fisik. Seperti kisah Abu Jahal cs meneror Rasulullah shallahu alaihi wasalam dengan kotoran unta saat sedang sujud dalam shalatnya. Kemudian kesaksian Uhud saat rantai besi menghujam pipi dan memecahkan rahang Beliau shallahu alaihi wasallam. Hingga kisah tentang penolakan penduduk Thaif kepada Baginda Sallahu Alaihi Wasalam, dan masih banyak lagi.

Tentu peristiwa yang dialami Baginda itu adalah seberat-beratnya ujian, sehingga tidak heran jika pemandangan itu membuat sang putri tercinta Fatimah radhiallahu anha tak kuasa membendung tangisnya. Sehingga Rasulullah shallahu alaihi wasalam harus memberinya semangat dengan senyum optimis kepada anaknya Fatimah seraya berucap, ” Wahai anakku, janganlah engkau menangis, sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu”.

Sebagai pelaku dakwah, harus dipahami bahwa kisah tersebut bukan merupakan penggalan sejarah yang tak bermakna atau sekadar pelengkap wawasan saja, namun lebih dari itu, pengalaman hidup Rasulullah shallahu alaihi wasallam adalah contoh nyata bagaimana Baginda harus mempertahankan idealisme di tengah teror kematian selalu mengintai.

Maka belajar dari perjalanan Rasulullah shallahu alaihi wasallam tersebut, bisa disimpulkan bahwa konsekuensi hidup bagi para pejuang dakwah adalah pasti akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Di sana juga ada penegasan lain, bahwa perjuangan dalam konteks apapun selalu berat, karena hidup di jalan Allah lebih berat daripada mati di jalan yang sama.

Ketegaran Rasulullah shallahu alaihi wasallam juga memberi arti, bahwa memiliki idealisme bukan sekadar berat pada bebannya saja, tapi juga tentang sebuah ekspektasi kebahagiaan jiwa.

Artinya, perjuangan yang dilakukan sesuai dengan manhaj yang benar akan memberi kebahagiaan tersendiri di tengah pahit getirnya ujian, ia akan memberi keberartian di tengah keterasingan dan pengusiran, memberi pengharapan yang penuh dan kepasrahan mendalam kepada Allah azza wa jalla di tengah penindasan dan kesewenang-wenangan orang yang tak mengerti pilihan kita.

Harus kita fahami, bahwa jalan yang kita pilih, ibarat sungai bahagia yang amat panjang. Hulunya adalah janji dan jaminan Allah dan hilirnya adalah kemenangan. Dan kita hanya perlu bersabar sejenak.

Di jalan ini tak ada yang lebih menderita melebihi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kisah tentang prahara Makkah, Thaif dan Uhud yang dilaluinya semestinya menjadi cermin perjuangan kita. Supaya tak ada lagi keluh, tak ada lagi tanya mengapa engkau memilih jalan ini?
Mengapa mereka begini dan begitu.?
Sebab apapun pertanyaanmu tentang itu jawabannya adalah jaminan kemenangan dari Allah Ta’ala.(*)