Wednesday, 29 March 2023 | 17:55 Wita

Puasa Menumbuhkan Kepekaan Sosial

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Bachtiar Aras, Trainer Life Revolution

HidayatullahSulsel.com — Pak Bejo hanya mampu terpaku melihat sawahnya yang terendam air karena banjir bandang. Tak ada sebutir padi pun yang bisa dipanen. Padahal hasil panen tahun itu ia rencanakan untuk menyekolahkan anaknya yang telah tamat SD dan yang satunya tamat SMP.

Tapi apa boleh buat, ketika musibah banjir bandang melanda kampungnya, tidak sedikit orang yang senasib dengannya harus menelan pil pahit dengan gagalnya panen di tahun itu.

Kemudian, kisah Pak Mujiono, seorang sopir angkot yang pendapatannya pas-pasan, terpaksa harus ngirit sana sini. Karena selain saat ini biaya hidup sangat tinggi apalagi ia harus membayar uang pangkal masuk sekolah swasta favorit dekat rumahnya, yang sampai jutaan rupiah.

“Kepinginnya sih, anak-anak terus sekolah. Kalau bisa hingga ke PT. Tapi mungkinkah nyekolahin anak dalam kondisi seperti ini?”, ujarnya dengan nada pesimis.

Dua contoh kasus di atas merupakan gambaran betapa manusia, siapa pun dia, tidak bisa lepas dari kesulitan hidup. Dan kehidupan di dunia ini akan silih berganti antara kesulitan dan kemudahan.

Tapi sadarkah kita bahwa di saat ini, untuk sementara, Allah telah memberikan fasilitas yang berlebih kepada kita dibanding mereka yang dilanda kesulitan hidup nun jauh di sana ?

Di sinilah letak ‘kuncinya’, bagaimana sikap orang yang memiliki harta berlebih terhadap orang-orang yang berada dalam kesulitan berupa kefakiran dan kemiskinan. Di sini sangat dibutuhkan tumbuhnya kepekaan sosial.

Puasa sebenarnya secara implisit menumbuhkan sensitifitas terhadap sesama. Bayangkan, kaum muslimin, baik yang kaya maupun yang miskin, diwajibkan untuk sama-sama merasakan lapar dan dahaga.

Sehingga akan menumbuhkan kesadaran bagi mereka yang berpunya bahwa beginilah sebenarnya yang dirasakan oleh saudara-saudaranya yang fakir dan miskin. Kalau menahan lapar dan haus selama sebulan sih mending.

Tapi kaum fuqara dan masaakin ini yang telah merasakan lapar dan dahaga berkepanjangan. Bukan sehari dua hari, tidak sebulan atau dua bulan, akan tetapi berbulan-bulan. Kalau mereka tidak diperhatikan, seperti apa penderitaan yang akan dialami?

Di sisi lain, pada bulan Ramadhan kita dianjurkan memperbanyak sedekah kepada orang-orang yang tidak mampu. Sebagaimana diketahui bahwa setiap amalan di bulan Ramadhan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Sedekah memang tidak hanya dilakukan pada bulan Ramadhan saja, tetapi bila dilakukan pada bulan ini pahalanya akan berlipat-lipat. Itulah sebabnya pada bulan ini dianjurkan untuk lebih banyak lagi bersedekah.

Konsep pendidikan menyatakan bahwa pendidikan akan berhasil jika bersifat audio visual. Misalnya, kalau mengajar seorang anak naik sepeda maka berikan ia sepeda.

Mengajar orang untuk “mencintai” atau “mengasihi” fakir miskin, maka rasakan dulu bagaimana kondisi fakir miskin yang makannya saja Senin-Kamis.

Adalah mustahil mendidik orang mengasihi fakir miskin hanya lewat seminar atau muktamar. Sudah sekian banyak simposium yang diadakan untuk membahas dan membicarakan penderitaan orang miskin dan melarat sementara yang berbicara rata-rata orang yang sudah “kenyang”. Semoga saja sehabis seminar dan webinar kepekaan itu bisa muncul.

Rasa lapar yang dirasakan oleh orang yang berpuasa berkisar kurang lebih 13 jam. Bila maghrib datang, rasa haus dan lapar itu lenyap dengan buka puasa. Sementara orang-orang fakir miskin, kaum dhuafa’ setiap saat merintih kelaparan. Yang ada dalam pikirannya, apa yang akan dimakan besok. Mereka tidak tahu kapan hidup dan nasibnya bisa berubah.

Dengan mengingat semua itu, akan muncul kesadaran dalam jiwa kita bahwa untuk hidup tidak hanya buat kepentingan pribadi saja akan tetapi mau melihat dan menolong mereka yang memang memerlukan.

Rasulullah memberikan gambaran :”Orang-orang yang punya sifat belas kasihan akan dikasihi oleh Allah. Sayangilah apa yang ada di bumi niscaya yang di langit akan sayang pula padamu”.

Sadar akan keberadaan harta kita yang titipan dari Sang Maha Pemberi Rezeki, paling tidak lebih menambah sensitifitas sosial untuk berbagi kepada orang-orang di sekitar kita. Dan inilah salah satu target dari madrasah Ramadhan yaitu menjadi dermawan.

Sebagaimana Rasulullah, beliau seorang yang dermawan dan lebih dermawan lagi di bulan suci Ramadhan. Kedermawanan Rasulullah diikuti oleh sebagian besar sahabat beliau. Jangan heran jika sahabat-sahabat Rasulullah SAW lebih banyak memberi ketimbang meminta.

Teladan Utsman

Ketika bencana kekeringan melanda Medinah, sumur Rum menjadi satu-satunya sumber mata air bagi penduduk. Sayangnya, sumur tersebut milik seorang Yahudi tua. Kesempatan itu ia manfaatkan untuk menjual sumur dengan harga sekehendaknya.

Melihat keadaan penduduk Medinah, Utsman bin Affan ra segera menemui si pemilik sumur. “Wahai pak tua, maukah engkau menjual sumur Rum itu kepadaku?” Yahudi tua yang mendapatkan keuntungan berlipat ganda itu menolak. “Tidak, saya tidak akan menjualnya kepada siapa pun!” katanya.

Menyadari situasi seperti ini, Utsman dengan cepat menyusun siasat. “Aku tahu sumber pendapatan Anda berasal dari sumur ini. Tapi bagaimana kalau saya membelinya separuh saja. Dengan demikian, saya bisa mengambil air dari sumur ini sehari, lalu hari berikutnya anda bisa memanfaatkannya.

“Ah, sungguh sangat menguntungkan”, pikir si Yahudi tua. “Aku bisa menjualnya dengan harga tinggi. Baiklah, aku jual separuh sumur ini dengan harga dua belas ribu dirham.

Harga yang sangat tinggi untuk sebuah sumur. Namun Utsman sama sekali tidak ragu untuk membelinya. Utsman kemudian menyuruh pelayannya untuk mengumumkan tentang sumur itu bahwa mereka dibebaskan untuk mengambil air secara gratis pada hari yang menjadi haknya.

Sejak saat itu, penduduk bebas mengambil air sebanyak mungkin. Lain halnya si Yahudi tua. Tak seorang pun yang membeli airnya. Ia menjadi goncang. Ketika Utsman datang menemuinya untuk membeli separuh sisa air sumurnya, ia tidak bisa menolak.

Begitu gigihnya para sahabat berlomba menginfakkan hartanya karena mereka tahu keutamaannya. Sebagaimana dinyatakan oleh Allah Swt, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia Kehendaki…” (QS. Al Baqarah 261)

Ibnu Abbas pernah meriwayatkan, “Adalah Nabi Saw orang yang paling murah tangannya dan beliau paling bermurah tangan di bulan ramadhan. Ketika Jibril mendatanginya untuk dirosah Al-Qur’an, maka sungguh Rasulullah Saw ketika didatangi Jibril lebih cepat memberikan sesuatu, melebihi kecepatan angin berhembus. Tidak ada permintaan kepadanya (pada bulan ramadhan) kecuali diberinya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada bulan Ramadhan ini, saatnya menyatukan umat dengan menumbuhkan kedermawanan. Lewat puasa kita singkirkan kekikiran.(*)



BACA JUGA