Friday, 7 April 2023 | 10:44 Wita

Merawat Iman

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Ust Drs Nasri Bukhari MPd, Ketua DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Merawat adalah suatu usaha dan peran aktif untuk memelihara; menjaga, mengurus, atau membela sesuatu yang dianggap penting, dilakukan dengan cintai atau pun harus dilakukan karena kewajiban.

Sehubungan dengan istilah merawat, berikut ini kisah menarik betapa dahsyatnya ketika orang yang senang merawat. Kisah seorang penjahat selama hidupnya bisa bernasib luar biasa karena merawat

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Mukasyafatul Qulub”, dilansir dari laman NUonline mengisahkan bahwa suatu ketika ada seorang pria Basrah yang jahat di masa hidupnya, dan ketika meninggal tidak ada satupun orang yang mau menshalati dan mengantarkan jenazahnya ke tempat pemakaman.

Bahkan sang istripun sampai membayar dua orang untuk memikul jenazah suaminya untuk dibawa ke musholla, agar dishalati. Namun tidak ada seorangpun yang mau menshalati jenazah suaminya tersebut, sehingga sang istripun membawa jenazah suaminya tersebut ke lahan luas untuk dimakamkan.

Namun tak jauh dari lahan luas yang menjadi tempat untuk memakamkan suaminya tersebut, hiduplah seorang ahli ibadah yang rumahnya berada di atas gunung.

Sang istri seakan-akan melihat sang ahli ibadah tersebut turun gunung untuk menshalati jenazah suaminya tersebut, yang dicap sebagai orang jahat dan tidak ada yang mau menshalatinya, serta mengantar jenazahnya ke tempat pemakaman.

Sang ahli ibadah yang akhirnya turun gunung, dan berniat untuk menshalati jenazah orang jahat tersebut didengar oleh para penduduk yang sebelumnya tidak mau menshalati jenazah tersebut.

Sehingga, kabar tentang turunnya sang ahli ibadah yang berniat untuk menshalati jenazah orang jahat tersebut, didengar oleh para penduduk. Banyaknya para penduduk yang mendengar kabar tersebut, kemudian ikut untuk menshalati jenazah orang jahat itu.

Para penduduk yang selesai menshalati jenazah tersebut merasa heran, dan mempertanyakan apa yang menjadi sebab sang ahli ibadah mau turun gunung untuk menshalati jenazah itu.

Sang ahli ibadah menjawab pertanyaan para penduduk tersebut, bahwasanya, “Aku mendengar dalam mimpiku; turunlah ke si fulan, karena tidak seorangpun yang mau menshalatinya. Maka shalatkanlah, sebab ia telah diampuni oleh Allah SWT”.

Jawaban yang keluar dari mulut sang ahli ibadah semakin membuat para penduduk penasaran, amalan apakah yang telah dilakukan oleh almarhum yang merupakan seseorang yang jahat dalam hidupnya, sehingga semua dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT.

Kemudian sang ahli ibadah tersebut, memanggil istri almarhum dan menanyakan perilaku suaminya semasa hidupnya. Sang istri yang ditanya oleh sang ahli ibadah, menjawab, “Sebagaimana orang-orang ketahui, bahwa almarhum suami saya sehari-harinya hanya berbuat dosa dan selalu mabuk-mabukan”.

Mendengar jawaban tersebut, sang ahli ibadah meyakinkan Istri almarhum untuk mengingat lebih dalam lagi tentang perbuatan almarhum. “Cobalah Anda teliti kembali, apakah ada amalan kebaikan yang pernah dilakukannya semasa hidup?”

Istri almarhum kemudian ingat dan menjawab, “Oh ya, saya ingat. Ada tiga amalan kebaikan yang selalu dilakukan oleh almarhum suami saya di masa hidupnya. Pertama, ketika dia sadar dari mabuknya di waktu subuh, dia segera mengganti pakaiannya. Kemudian berwudhu, dan ikut shalat berjama’ah subuh.

Kedua, di rumah kami tidak pernah sepi dari satu atau dua anak yatim, dan kebaikan almarhum suami saya terhadap anak yatim melebihi kebaikannya terhadap anaknya sendiri.

Ketiga, suatu ketika almarhum pernah sadar dari mabuknya di tengah malam, dia menangis dan berkata; ‘Ya Tuhanku, letak neraka jahannam manakah yang engkau kehendaki untuk meletakkan orang terkutuk sepertiku ini?”

Apa yang dikisahkan di atas adalah wujud inplementasi keimanan. Sejahat apapun seseorang ketika masih ada sebiji jarrah iman di dada niscaya akan terpanggil kepeduliannya untuk berbuat baik kepada orang lain, termasuk kepada anak yatim.

Demikianlah halnya iman yang telah tertanam dalam diri seseorang, adalah bukan pemberian cuma-cuma dari Allah Ta’ala. Iman akan tumbuh dan kokoh oleh sebuah perjuangan dan pengorbanan pengorbanan yang tinggi.

Sehingga iman ini harus selalu ditumbuhkan dan dirawat. Makna merawat dalam perspektif keimanan adalah keistiqomahan. Suatu upaya konsisten agar iman itu tetap eksis dalam kehidupan keseharian hingga akhir hayatnya.

Iman dan istiqomah adalah padanan karakteristik seorang muslim yang berpengaruh sebaliknya, mampu merawat keselamatan dan kebagiaan hidupnya.

Sejalan dengan bagaimana merawat iman, dalam sebuah hadits, dari Abu ‘Amrah bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim).(*)



BACA JUGA