Saturday, 26 August 2023 | 08:42 Wita

Secercah Cahaya Hidayah di Kaki Bukit Wawondula

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh: Dwi Fii Amanillah, Kadep Pendidikan dan Kepesantrenan DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Hawa dingin merasuk menembus kulit ari di sekujur tubuh, membuat siapa saja yang tersentuh olehnya menggigil kedinginan. Di tengah hembusan hawa dingin, di penghujung malam yang begitu hening, suasana di pondok pesantren Hidayatullah Wawondula saat itu begitu syahdu.

Hanya suara binatang malam yang sesekali terdengar bersahutan. Di musholla berdinding papan yang sudah mulai rapuh, tampak seorang lelaki separuh baya duduk bersimpuh di mihrab, sangat khusyuk menikmati lezatnya dzikir.

Sesekali beliau menengadahkan wajah, mengangkat kedua tangan memunajatkan doa, berharap kedekatannya kepada Sang Pencipta di malam itu membuahkan berkah ampunan menyucikan hatinya dari dosa-dosa yang mengotorinya.

Jarum jam dinding di sisi kanan musholla pondok menunjukkan pukul 24 lebih 10 menit, angka-angkanya masih cukup jelas terlihat karena pantulan cahaya lampu penerang di sudut belakang musholla.

Tak lama kemudian terdengar teriakan memecah kesunyian malam ” Sholat !, Sholat ! Sholatul lail”,, teryata piket malam sudah mulai membangunkan warga dan santri untuk sholat tahajud berjamaah di musholla.

Dua puluh menit kemudian warga dan santri laki-laki sudah berbaris rapi mengenakan seragam gamis panjang dan berkopiah putih, bertahan menahan kantuk dan dinginnya malam, menunggu imam bertakbiratul ihram.

Setelah Imam bertakbir, berdiam sejenak lalu melantunkan ayat-ayat Al Qur’an dengan suara sangat merdu. Gemercik suara air sungai yang mengalir di sela bebatuan di tepian musholla berpadu dengan suara imam, sungguh perpaduan yang begitu indah seakan irama dan kesejukan surgawi menembus petala langit hingga turun ke bumi membasuh dan mensucikan jiwa-jiwa yang dahaga yang dilanda kegersangan.

Di awal sepertiga malam terasa jiwa semakin dekat dengan Ilahi, hingga air mata tanpa terasa mengalir membasahi pipi. Jiwa-jiwa yang suci akan semakin tunduk mendekat kepada Ilahi, jiwa jiwa yang bersalah berlumur dosa akan selalu merindukan tetesan rahmat Ilahi.

Kenikmatan sholat tahajud bersama santri di setiap malam adalah anugerah terindah yang seharusnya bisa terwarisi ke setiap generasi yang mencita-citakan wujudnya peradaban Islami di atas bumi.

Kultur ibadah dan kehidupan berjamaah yang sangat kuat, pola hidup yang sederhana dan besahaja serta tatanan kehidupan di kampus pesantren Hidayatullah yang terjaga dengan aturan dan penerapan syariat, menjadi taman surga bagi siapa saja yang sempat bertandang ke pesantren Hidayatullah Wawondula Towuti.

Di pesantren Hidayatullah Wawondula Towuti bisa menikmati suasana religius yang berpadu dengan panorama alam yang eksotic, berada di kaki bukit yang dialiri sungai kecil yang airnya sangat jernih dan segar.

Aliran sungai tersebut berasal dari mata air di sisi bukit yang lebih tinggi yang dipenuhi pepohonan hutan yang rimbun dan menghijau, menghadirkan hawa sejuk dan dingin di sekitarnya yang semakin terasa dingin seiring dengan datangnya malam.

Tak jauh dari musholla ada jembatan kecil yang dasarnya dipenuhi bebatuan besar yang konturnya cukup curam sehingga aliran sungai pun mengalir deras dan terpecah menjadi deburan air yang suaranya begitu indah mempersembahkan simphoni alam yang menyegarkan jiwa.

Menyaksikan para santri duduk di atas bebatuan merendamkan kaki di aliran sungai sambil murojaah hafalan Qur’an, seperi melihat benih-benih tanaman yang tumbuh subur di persemaian.

Panorama alam perbukitan dan hawa dingin menjadi kenikmatan tersendiri bagi penghuni pesantren dan tamu yang sempat menginap.di pesantren Hidayatullah Wawondula.

Seorang jamaah binaan yang menyempatkan diri berkunjung ke pesantren sempat berseloroh “Pantas warga di sini rata -rata anaknya banyak, rupanya karena pengaruh hawa dingin”.

Penulis yang saat itu masih dalam suasana bulan madu, hanya bisa menahan senyum membayangkan betapa sulitnya bersuci di kondisi hawa yang sangat dingin. Bagi penulis kesempatan untuk turut merasakan nikmatnya hidup dalam lingkungan pesantren adalah anugerah sekaligus hidayah.(*)



BACA JUGA