Monday, 12 August 2024 | 08:24 Wita
Ibrah dari Para Pendiri Hidayatullah (70)
HidayatullahSulsel.com — Salah satu tabiat dasar manusia adalah butuh yang namanya pengakuan. Jika seseorang merasa dirinya tidak dianggap niscaya akan membuat perasaannya terpuruk. Dari situlah ego setiap orang terlecut.
Dalam kehidupan yang normal, pengakuan itu pasti berbanding lurus dengan prestasi, semakin tinggi prestasi yang dicapai, semakin besar pula pengakuan yang dia akan dapatkan.
Pengakuan yang diberikan kepada seseorang, bisa beraneka ragam bentuknya, ada yang bangga sebagai bagian dari keluarganya, meskipun jika dirunut silsilahnya, lumayan berputar-putar untuk menyambungnya.
Ada pula yang mengaku sebagai kawan dekat, minimal mereka saling mengenal satu sama lain, dan bisa dibuktikan dengan sekian foto bahkan video saat bersamanya, sehingga arsip sejarah yang dia punya, benar-benar didokumentasikan dengan rapi.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak memiliki prestasi apa-apa, jangankan pengakuan, hatta dilirik pun orang menjadi enggan, jangankan diakui sebagai keluarga, kadang berpapasan di jalan seakan tak pernah kenal.
Kebutuhan akan pengakuan atas eksistensi dirinya, inilah yang seringkali membuat orang kadang berbuat tidak normal, dan saking banyaknya orang yang membutuhkan hal yang sama, sehingga batasan normal kadang menjadi samar, bahkan sampai terjungkir balik.
Jangankan pada aspek yang sifatnya duniawi, mulai dari harta, karir (jabatan), gelar akademik, penampilan fisik, pasangan dll. bahkan yang nyata-nyata berkaitan dengan kehidupan akhirat sekalipun, orang butuh akan pengakuan.
Pada awal ayat 17 surat 49 (Al-Hujurat) Allah berfirman, bahwa ada orang yang merasa jika dirinya telah berjasa karena keislaman mereka, یَمُنُّونَ عَلَیۡكَ أَنۡ أَسۡلَمُوا۟ۖ. Hal tersebut benar-benar terjadi pada masa Rasulullah.
Allah segera merespon dengan jawaban yang sangat tegas di ayat yang sama,
قُل لَّا تَمُنُّوا۟ عَلَیَّ إِسۡلَـٰمَكُمۖ بَلِ ٱللَّهُ یَمُنُّ عَلَیۡكُمۡ أَنۡ هَدَىٰكُمۡ لِلۡإِیمَـٰنِ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِینَ
Jelaskan kepada mereka, jangan pernah punya perasaan yang seperti itu, sebab hakikatnya, justru Allah yang telah memberikan nikmat, dengan memberikan hidayah kepadamu, jika kamu oramg yang benar.
Jika di masa Rasulullah saja ada orang yang berani punya perasaan seperti itu dan dibahasakan secara vulgar, apa lagi di masa sekarang, dan semua orang berpotensi untuk dihinggapi rasa tersebut.
Merasa berjasa, adalah pintu gerbang dari upaya seseorang untuk mendapatkan pengakuan, yang tentu saja akan diiringi dengan beberapa tuntutan, mulai dari penghormatan sampai kepada penghargaan.
Mengantisipasi rasa seperti itu, Ustadz Abdullah Said kadang “terpaksa” melakukan hal yang ekstrim, seakan tidak punya perasaan, namun itu adalah wujud dari rasa sayang yang amat dalam kepada para kadernya, agar iman yang telah dimiliki, dan juga telah dibuktikan dengan karya nyata, jangan dirusak dengan munculnya perasaan yang tidak wajar.
Salah satu langkah ekstrim yang kami maksudkan, yang kadang dilakukan oleh UAS, satu diantaranya, adalah mutasi kader dari satu daerah ke daerah lain, meskipun tentu saja, niatan dari rotasi tersebut, tidak hanya sebatas itu, sebab banyak pertimbangan lain yang sangat strategis.(*)
*) Penulis: Akib Junaid Kahar; Sumber: WAG H Indonesia
TERBARU
-
Ideas on how to Transition to really Go On a romantic date From a dating website
21/11/2024 | 14:20 Wita
-
Common Mistakes In Composing Essays – Steps To Pick a Topic For Your Essay
21/11/2024 | 08:00 Wita
-
A Number Of Fish Options For Dating â Unbiased Assessment
20/11/2024 | 17:15 Wita