Tuesday, 30 April 2024 | 06:13 Wita

Spirit Kelembagaan Ketum DPP Hidayatullah: Kepemimpinan Ala Rasulullah

Editor: admin
Share

HidayatullahSulsel.com — Ketua Umum (Ketum) DPP Hidayatullah KH DR Nasirul Haq Lc MA menyampaikan spirit kelembagaan secara online di ajang Silaturahmi Syawal DPW Hidayatullah Sulsel di kampus Hidayatullah Enrekang, Ahad (28/4/2024). Berikut kutipannya.

Kepemimpinan dalam Islam itu berprinsip sebagaimana ditekankan oleh Allah ta’ala dalam Al-qur’an surah Ali-Imran Ayat 103.br”wa’tasimu bihablillahi jami’a wala tafarraqu”brbrMaka Rasulullah SAW menjadi contoh dan model kepemimpinan yang sempurna. Sehingga sampai kapanpun tidak akan ada yang akan melebihi bahkan menyamai model kepemimpinan beliau.

Maka kita bisa melihat kepemimpinan Rasulullah SAW begitu sangat komplit dan sistematis sekali, mengelola dan mengatur mulai dari hal-hal rumit sampai yang teknis.

Salah satu karakteristik utama model kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah kita bisa jumpai dalam Qur’an Surah At Taubah ayat 128

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (Dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”

Kalau kita mengkaji lebih jauh arti dari ayat ini maka penggalan ayat yang disampaikan itu benar-benar memberikan penjelasan yang sempurna.

Pertama, “Min Anfusikum, A’zizun A’laihi” Gerakan dakwah ini adalah gerakan kepedulian karena harus memahami betul kondisi dirinya, keluarga dan masyarakatnya terlebih dahulu. Maka beliau harus menjadi bagian, dekat dan terlibat dengan kehidupan masyarakat agar mudah diterima di tengah-tengah masyarakat.

Oleh sebab itu Allah Ta’ala memproses Rasulullah SAW itu dengan sangat panjang. Beliau disiapkan mulai dari pra wahyu sampai mendapatkan wahyu.

Saat yatim, apa alasan terbesar Allah Ta’ala jadikannya yatim. Ini semua dirancang sebab Allah ingin menjadikan Rasulullah itu memiliki kepedulian, empati dan rasa tanggung jawab yang luar biasa untuk memperbaiki kondisi masyarakat.

Kalau pemimpin itu tidak memiliki kepedulian yang luar biasa. Maka pasti nilai kepemimpinan itu akan biasa-biasa saja. Makanya pemimpin yang luar biasa itu lahir dari penderitaan, konflik dan sebagainya.

Karena itu dalam kurun waktu dua tahun, Rasulullah benar-benar jadi contoh dan teladan yang sempurna. Puncaknya berhasil mengantarkan rakyatnya dekat kepada Allah Ta’ala.

Selanjutnya adalah “Harishun alaikum” Yakni membimbing masyarakat untuk bersedia berpegang teguh pada tali keimanan dan keselamatan dalam bingkai keislaman.

Jadi pemimpin yang dicontohkan Rasulullah itu harus memiliki rasa tanggung jawab serta keinginan kuat untuk bisa menyelamatkan dan mensejahterakan ummatnya.

Maka ambisi bagi seorang pemimpin ita sangat penting. Ambisi di sini adalah keinginan yang kuat untuk mengantar saudara-saudara kita untuk senantiasa meningkat nilai keimannya kepada Allah Ta’ala.

Sehingga ada kesadaran dan keprihatinan serta rasa berdosa kalau tidak ada ummatnya tidak selamat atau tidak meningkat kualitas imannya.

Kemudian “Bilmu’minina Roufurrohim” yakni memilik sifat kasih sayang yang tinggi kepada orang-orang yang beriman.

Membangun komunitas orang-orang beriman yang saling menyantuni dan penuh kasih sayang satu dengan yang lainnya.

Karena begitu tingginya sifat kasih sayang Nabi kepada ummatnya, maka Nabi itu betul-betul menjaga perasaan mereka. Maka Nabi itu tidak pernah menegur dan mempermalukan sahabatnya diidepan umum. Tapi kalau dia menyampaikan teguran maka dia melakukan dengan bahasa yang global.

Banyak contoh yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW itu menegur dengan cara yang baik di depan umum. Salah satu contoh Hadits Rasulullah SAW:

Artinya, “Dari Abu Mas’ud yaitu ‘Uqbah bin ‘Amr al-Badri ra, berkata, ‘Ada seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ, lalu berkata, ‘Sesungguhnya saya pasti tidak ikut shalat subuh berjamaah karena si Fulan itu, karena ia memanjangkan bacaan suratnya untuk kita.’ Maka saya (Abu Mas’ud) sama sekali tidak pernah melihat Nabi ﷺ marah dalam nasihatnya lebih daripada marahnya pada hari itu.”

“Beliau ﷺ bersabda, ‘Hai sekalian manusia, sesungguhnya di antara engkau semua ada orang-orang yang menyebabkan orang lain lari. Maka siapa saja di antara kalian yang menjadi imam shalat untuk orang banyak, hendaklah ia mempersingkat bacaannya, sebab sesungguhnya di belakangnya itu ada orang yang sudah tua, anak kecil, dan ada pula orang yang segera hendak mengurus keperluannya.’” (Muttafaq ‘alaih)

Begitu cara Rasulullah menegur, tidak menyebutkan nama. Karena khawatir kalau disebutkan namanya mungkin bisa menyebabkan ketersinggungan. Teguran umum ini baik, siapa tahu mungkin diantara ummatnya ada yang juga melakukan perbuatan yang sama, maka bisa langsung instrospeksi diri.

Lebih jauh, Imam Syafi’i juga pernah menyampaikan agar jangan menegur dirinya di tempat umum. “Siapa yang menasehati aku di tempat ramai maka sungguh dia telah mempermalukan aku.”

Demikian pula yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hambal saat mendapati muridnya Harun Ibnu Abdullah sedang mengajar murid-muridnya yang terkena terik matahari sementara Harun bernaung dibawa bayangan pepohonan.

Imam Ahmad tidak langsung menegur di tempat itu, tapi mendatanginya dalam kesunyian sendiri.

Dia berkata, “Maafkan aku ya Harun. Aku tahu engkau biasanya masih terjaga meneliti hadis selarut ini. Maka aku pun memberanikan diri mendatangimu. Ada hal yang mengusik hatiku sejak siang tadi.”

Harun pun terkejut. “Sejak siang? Apakah itu guru?” Suara Imam Ahmad kembali dipelankan bahkan dengan berbisik.

“Siang tadi aku lewat di samping majelismu saat engkau sedang mengajar murid-muridmu. Aku saksikan murid-muridmu terkena terik sinar mentari saat mencatat hadis-hadis. Sementara dirimu bernaung di bawah bayangan pepohonan,” terang Ahmad bin Hanbal.

“Lain kali, janganlah seperti itu wahai Harun. Duduklah dalam keadaan yang sama sebagaimana murid-muridmu duduk. “ Harun pun tercekat tanpa mampu berkata apa-apa.

Sang guru berbisik lagi lalu memohon pamit. Dia melangkah berjingkat dan dengan hati-hati menutup pintu.

Beberapa kisah ini memberi inspirasi kepada kita agar tidak menyakiti hati saudara kita dalam memberi teguran atau nasehat.

Demikianlah gambaran model kepemimpinan Rasulullah SAW. Sehingga dengan begitu mudah diterima dengan baik oleh ummatnya hingga saat ini.(Ridwan Gagah)



BACA JUGA