Tuesday, 6 August 2024 | 07:52 Wita

Ibrah dari Pendiri Hidayatullah (64)

Editor: admin

HidayatullahSulsel.com — Segala hal yang Allah perintahkan, pasti akan memberi dampak positif bagi yang mentaatinya, begitu pula sebaliknya, apapun yang dilarang untuk dikerjakan, sekalipun secara lahiriah terlihat menguntungkan, namun hakikatnya pasti akan merugikan, jika ada yang tetap nekat melanggarnya.

Pahala dan dosa, hanyalah motivasi dan juga ancaman tambahan bagi setiap insan, untuk taat terhadap apa pun yang menjadi ketentuanNya. Sehingga dapat dikatakan, walau tanpa ada kehidupan akhirat, termasuk surga dan neraka tentunya, bagi orang yang paham, dia tetap akan patuh atas setiap perintah dan laranganNya.

Dalam kehidupan berjamaah, di mana salah satu pilar utamanya, adalah terwujudnya ukhuwah, maka tidak ada pilihan bagi siapapun yang tergabung di dalamnya, mutlak menjaga dan terus memperkuatnya, sebab hanya dengan itu, hidup berjamaah akan terasa manfaatnya.

Karenanya, segala hal yang berpotensi mengganggu dan apa lagi sampai merusak ukhuwah di antara anggota jamaah, harus benar-benar dihindari. Termasuklah di dalamnya, kebiasaan mencari-cari lalu memperbincangkan aib sesama.

Dalam surat Al-Hujurat ayat 12, secara tegas Allah melarang untuk bergunjing, bahkan aktivitas ghibah sampai dianalogikan dengan memakan bangkai saudara sendiri, di mana manusia normal tidak akan mungkin ada yang mau melakukannya.

Namun… Sehebat apa pun doktrin yang diberikan, melalui berbagai forum pencerahan, agar jangan sampai ada anggota jamaah yang melakukan ghibah, niscaya segala upaya tersebut akan berujung sia-sia, jika di pihak lain, ada-ada saja orang yang justru asyik memproduksi bahan ghibah.

Semakin gencar larangan bergunjing disosialisasikan, biasanya kian memancing rasa penasaran orang untuk mencari tahu, ada apa gerangan, sehingga persoalan tersebut tiba-tiba menjadi tema sentral, alias menjadi bahasan utama di berbagai forum.

Sebaliknya, jangankan dilarang, bahkan diperintahkan sekalipun, orang pasti akan kebingungan, untuk membicarakan aib orang lain, ketika mereka tidak menemukan hal-hal yang berpotensi untuk dicurigai, sehingga memaksakan untuk itu, malah bisa memancing serangan balik dari berbagai pihak.

Suatu waktu, Rasulullah mengantar istrinya di malam hari, lalu berpapasan dengan dua orang sahabat dan mereka segera bergegas untuk pergi, namun kemudian Rasulullah memanggil keduanya, seraya mengatakan:
“Dia adalah Shafiyyah binti Huyyai, saya perlu tegaskan, sebab khawatir setan memasukkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua”.

Apa yang dilakukan oleh Rasulullah di atas, sungguh memberi pelajaran yang luar biasa, agar seseorang memiliki kepekaan yang tinggi, bahwa jika ada satu hal yang berpotensi membuat orang berpikiran yang tidak-tidak, maka perlu dilakukan klarifikasi dari awal, sehingga ruang untuk berghibah menjadi tertutup.

Ust. Abdullah Said, bagi orang yang mengenalnya dengan baik, pasti memahami betapa Beliau adalah sosok yang sangat sensitif. Setiap kali ada hal-hal yang bisa memancing rasa curiga, dengan sigap Beliau meresponnya, dengan memberi penjelasan detail tentang hal tersebut.

UAS sangat menyadari, jika sesama anggota sudah ada kecurigaan, itu isyarat perjalanan ke depan tidak akan sehat, apa lagi jika hal tersebut ditujukan kepada diri Beliau selaku Pimpinan. Inilah salah satu alasan utama, kenapa sejak awal Beliau menegaskan, bahwa tidak akan ada harta berupa materi yang saya wariskan buat istri dan anak-anak.(*)

*) Penulis: Akib Junaid Kahar; Sumber: FB dan WAG H Indonesia



BACA JUGA

SULSEL TODAY