Monday, 19 August 2024 | 05:38 Wita

Bahagiakan Hidupmu dengan Berhalaqah

Editor: admin
Share

Oleh: Irfan Yahya, Mutarabbi Halaqah Umar Bin Khattab Hidayatullah Makassar

HidayatullahSulsel.com — Tulisan ini terinspirasi dari kegiatan Lailatul Ijtima’ Halaqah Wusta gabungan Hidayatullah Makassar, Gowa, Maros dan Pangkep di Kawasan Wadi Barakah Pondok Tahfidz Ummul Quro Hidayatullah Tompobulu Maros yang menjadi agenda rutin DMW-DPW Hidayatullah Sulsel, diseleggarakan pada Sabtu-Ahad, 17-18 Agustus 2024 dengan mengambil tema “Bahagia dengan Halaqah”.

Sesi pertama hadir tiga panelis yakni: Ustad Ahkam Sumadiana (Murabbi Nasional), ustad Abd. Majid (Ketua Dewan Murabbi Wilayah Sulsel), ustad Nasri Buhari (Ketua DPW Hidayatullah Sulsel).
Selanjutnya sesi ke dua diisi dengan Taujih Manhaji oleh Anggota Dewan Pertimbangan Hidayatullah dan Ketua Dewan Pembina Kumpus Utama Al Bayan Hidayatullah Makassar ustad Abd. Aziz Qahhar Mudzakkar.

Temanya cukup menarik karena sesungguhnya kebahagiaan sejati bagi seorang Muslim tidak hanya diukur dari pencapaian materi atau prestasi duniawi belaka, namun kebahagian hakiki seorang manusia muslim itu digapai ketika idealitas manusia yang paling puncak bertemu dengan realitas kediriannya dalam kehidupan sehari-hari. Idealitas manusia muslim itu harus sesuai dengan visi eksistensialnya yakni sebagai hamba dan sebagai khalifah.

Visi eksistensial juga tak lain adalah visi hidup seorang manusia di dunia ini. Jika seorang manusia visi eksistensialnya tidak bertemu dengan realitas kediriannya maka dijamin hidupnya tidak akan bahagia.

Dalam konsep hidup ala manhaj Nubuwa, setiap insan dituntun untuk sampai pada dua visi hidup tersebut. Salah satu wasilah yang paling efektif dalam tuntunan itu dengan berhalaqah.

Halaqah adalah tradisi hidup ala manhaj Nubuwa yang telah terbukti melandingkan pondasi dasar peradaban Islam di Madinah. Dalam halaqah mengantar pada proses transformasi sosial yang utuh dan holistik dengan bukan hanya sebagai wasilah pencerahan dan pengoptimalan kualitas spiritual saja tapi terjadi proses ta’aruf, tafahum, ta’awun dan takaful.

Dalam realitas kehidupan modern saat ini, banyak manusia yang terjebak dalam rutinitas tak berujung dan tekanan yang membuat mereka kehilangan arah dari visi ini.

Kondisi manusia modern sering kali dicirikan dengan hidup yang serba cepat, penuh dengan tekanan pekerjaan, dan dikelilingi oleh budaya konsumtif yang mengukur kebahagiaan dari seberapa banyak harta yang dimiliki atau kesuksesan yang diraih.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang sibuk, manusia sering kali merasa terasing, baik dari orang lain maupun dari dirinya sendiri.

Rasa kosong dan kehilangan makna menjadi pengalaman yang umum, meskipun dari luar mereka tampak “berhasil” dalam mindset kehidupan materialistik.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa banyak orang, meski berhasil secara material, tidak benar-benar bahagia karena mereka hidup dalam keterputusan antara visi eksistensial mereka dan realitas kedirian mereka dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang tidak memiliki pegangan yang kuat dalam menjalani visi hidupnya, ia akan merasa seperti berjalan tanpa arah, terombang-ambing oleh arus kehidupan yang tidak menentu.

Inilah yang membuat kebahagiaan terasa begitu jauh, meski secara lahiriah segala kebutuhan sudah terpenuhi.

Dalam konteks ini, halaqah muncul sebagai solusi yang bukan hanya menawarkan pencerahan spiritual, tetapi juga alat yang efektif untuk menyelaraskan kembali idealitas dan realitas hidup seseorang.

Halaqah, sebagai tradisi yang berakar pada manhaj Nubuwa, menawarkan ruang bagi individu untuk tidak hanya mengenal jati diri di mana ia berproses dan berjuang, tetapi juga untuk memperkuat ikatan sosial dan menumbuhkan solidaritas dalam jama’ah. Melalui halaqah, proses ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), ta’awun (saling membantu), dan takaful (saling menanggung) berupaya dihidupkan kembali, membawa individu pada transformasi sosial yang holistik.

Proses ta’aruf dalam halaqah memungkinkan setiap anggota untuk saling mengenal lebih dalam, bukan hanya dalam aspek lahiriah, tetapi juga dalam memahami visi hidup, masalah, dan harapan masing-masing. Ini menciptakan lingkungan yang mendukung di mana setiap orang merasa dihargai dan didengarkan, yang sangat penting dalam kehidupan modern di mana banyak orang merasa terisolasi.

Halaqah juga mendorong tafahum, proses saling memahami, yang memperkuat hubungan antar individu dengan membangun empati dan pengertian. Dalam dunia yang penuh dengan kesalahpahaman dan konflik, tafahum menjadi kunci untuk menciptakan kohesi dan harmoni dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih jauh, ta’awun atau saling membantu dalam halaqah membawa individu pada praktik nyata dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya gotong royong dan kerjasama.

Dalam kehidupan yang sering kali individualistis, di mana orang lebih mementingkan diri sendiri, halaqah mengajarkan pentingnya berbagi beban dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Terakhir, takaful atau saling menanggung dalam halaqah mengajarkan tentang pentingnya solidaritas sosial dalam bingkai jama’ah, di mana setiap individu bertanggung jawab atas kesejahteraan orang lain dalam komunitas. Ini sangat relevan dalam konteks modern di mana ketimpangan sosial semakin terlihat, dan banyak orang yang merasa tidak ada yang peduli dengan nasib mereka.

Dengan rutin dan disiplin mengikuti halaqah, seorang kader Muslim tidak hanya menguatkan hubungannya dengan Allah, tetapi juga memperbaiki kualitas hubungan sosialnya.

Halaqah membawa kita kembali kepada nilai-nilai fundamental Islam yang sering kali terlupakan dalam kesibukan kehidupan modern. Melalui halaqah, visi eksistensial sebagai hamba dan khalifah dapat dihidupkan kembali, menyatu dengan realitas sehari-hari, sehingga kebahagiaan sejati pun dapat diraih.

Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan kehidupan modern, halaqah menawarkan lebih dari sekadar rangkaian seremonial untuk menggugurkan kewajiban seorang kader; tetapi lebih dari itu halaqah memberikan jalan untuk menemukan kembali makna hidup yang sering hilang dalam rutinitas dan tekanan dunia modern. Dengan halaqah, kita diajak untuk merasakan kebahagiaan yang tidak hanya bersifat sementara atau superfisial, tetapi kebahagiaan yang mendalam, berakar pada iman, dan bertumbuh dalam solidaritas jama’ah yang kuat. Wallahualam.(*)



BACA JUGA