Thursday, 23 February 2023 | 17:44 Wita

Percuma jadi Kader Jago Diskusi SW tapi Tidak Taat

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Dr Ir KH Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar MSi, Dewan Pertimbangan Hidayatullah

HidayatullahSulsel.com — Alhamdulillah bisa hadir disini, meskipun itu tidak direncanakan. Inilah wahyu sistem (takdir). Saya masih suka menyebut istilah Wahyu Sistem ini, setidaknya ada rasa-rasanya.

Saya sempatkan untuk bersilaturahmi di tempat ini, tak elok kalau saya lewat dan tidak singgah.

Kader menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah orang yang dididik dan disiapkan untuk menjalankan visi dan misi organisasi.

Saat ini, kita harus mendefinisikan organisasi Hidayatullah ini dulu. Kita bukan lagi pesantren. Kita juga sudah berubah, dari orsos ke ormas. Ormas pun tidak terlalu tepat.

Aslinya, Hidayatullah ini organisasi imamah jama’ah yang berharakah jihadiyah dengan manhaj nubuwah Sistematika Wahyu.

Dalam jati diri Hidayatullah, imamah jama’ah ini, murni, orisinil dari Hidayatullah. Imamah Jama’ah ini adalah sebutan saja atau istilah yang dibuat Ustad Abdullah Said.

Dalam Al Qur’an, ada kata imamah dan jama’ah tetapi kata itu terpisah. Tidak ada kata imamah dan jama’ah yang bersambung secara langsung.

Juga dengan istilah Sistematika Wahyu. Istilah ini tidak kita jumpai dalam Al Qur’an, ini murni istilah yang dibuat oleh allahuyarham Ustad Abdullah Said.

Keduanya ini, istilah imamah jama’ah dan SW adalah produk murni istilah dari Abdullah Said. Tapi kemudian, saat ini, istilah tersebut telah kita narasikan, dengan lebih sempurna.

Jati diri Hidayatullah selanjutnya adalah ahlusunah wal jama’ah dan jamaatun minal muslimin. Ini semua juga menjadi jati diri yang istilah ini memang sudah ada sejak dulu dan juga sudah dinarasikan untuk jati diri Hidayatullah.

اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.

Juga terkait harta, Ustad Abdullah Said memberikan sebuah ijtihad, dengan tidak ada meninggalkan harta pribadi. Tidak ada warisan yang ditinggalkan untuk putra putrinya, tidak ada kepemilikan beliau secara pribadi. Tapi kemudian, ijtihad ini kita koreksi bahwa harta itu sudah bisa dimiliki oleh jamaah secara pribadi.

Washatiyah, ini adalah jati diri ke enam yang kita masukkan dalam jati diri Hidayatullah. Meskipun ini memang kita harus berhati-hati dalam menerapkannya.

Wasathiyah adalah konsep asli ajaran Islam yang sekarang banyak disalahpahami karena terpengaruh oleh konsep toleransi dan moderasi beragama ala Barat

Yang paling harus diperhatikan seorang kader adalah bagaimana dia bisa memahami manhaj Sistematika Wahyu dan imamah serta menjalankannya.

Kader Hidayatullah adalah seberapa besar ia tersibgah dengan Sistematika Wahyu dan imamah jama’ah, dalam menjalankan beban-beban amanahnya.

Kader Hidayatullah adalah mereka yang mampu memahami dan menerapkan imamah jama’ah dan Sistematika Wahyu ini.

Dua hal ini lah yang menjadi warisan terbesar lembaga Hidayatullah. Tidak perlu ada Hidayatullah jika hanya sekedar menjalankan washatiyah juga Al Harakah Al jihadiyah.

Sistematika Wahyu (SW)itu terbagi dua. Pertama ia sebagai konsepsi. Dan kedua SW sebagai aplikasi atau implementasi. Sebagai konsepsi, adalah narasi yang kita bangun, sebagai hujjah dalam menjadikan SW ini sebagai konsep gerak Hidayatullah.

Kedua, SW sebaga implementasi. Inilah peragaan SW yang sesungguhnya. Bahwa kader itu tidak saja memahami konsep itu, tapi juga bagaimana mengimplementasikannya di lapangan.

Kader Hidayatullah, lebih banyak diproses dalam bentuk implementasi. Bagaimana metode pengikisan togho (kesombongan) itu, melalui TC, melalui amanah-amanah yang diberikan. Sehingga kader-kader terdahulu, tercerahkan dirinya dalam aplikasi Sistematika Wahyu secara langsung.

Tidak ada Sistematika Wahyu tanpa imamah jama’ah. Sistematika Wahyu ini, baru bisa tegak dengan adanya imamah jama’ah yang solid.

Suatu ketika, ada tamu yang bertanya tentang SW kepada Ustad Abdullah Said. Dan singkat nya, tamu itu mau menerapkan konsep Ustad Abdullah Said itu di Bandung. Ustad Abdullah Said bilang begini, “Tidak bisa SW itu berjalan, jika tidak diterapkan di kampus Gunung Tembak ini”.

Artinya, SW itu hanya bjsa dijalankan dengan imamah Jama’ah.

Peran besar bagi seorang kader, adalah bagaimana ia bisa tercerahkan dengan SW dari segi konsep dan implementasinya. Percuma ada kader memahami narasi tentang SW, tapi saat dikirim dia tidak bisa diatur.

Atau kader yang paling jago diskusi tentang SW, tapi saat ditugaskan tidak diterima. Kalau ada yang susah diatur, galantang dulu dia.

Jika Sistematika Wahyu dan imamah jama’ah ini tidak terwariskan dengan baik, maka gedung-gedung, fasilitas sekolah yang ada, hanya akan menjadi barang rongsokan.

Alhamdulillah, ustad Abdullah Said telah mewariskan konsep imamah jama’ah dan SW ini kepada kader-kader terdahulu. Sehingga sepeninggal beliau Hidayatullah ini masih tetap eksis.

Sehingga mutlak bagi seorang kader untuk memahami dan menjalankan secara tuntas SW dan imamah jama’ah ini. Untuk kelangsungan lembaga ini, agar apa yang ada ini tidak menjadi barang rongsokan.(Sarmadani Karani)

*) Disarikan dari tausiyah pada Rakor Pengkaderan DPW Hidayatullah Sulsel di Masamba, 19/02/2023.



BACA JUGA