Tuesday, 12 March 2024 | 08:10 Wita

Sempurnanya Iman dengan Tiga Perkara

Editor: admin
Share

Oleh: Ust Drs Nasri Bukhari MPd, Ketua DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Tiada urusan paling penting dan diutamakan bagi muslim selain urusan iman. Sebab dengan imanlah menjadi standar ukuran seseorang bisa selamat dan bahagia ataupun sebaliknya, baik di dunia maupun akhirat.

Keimanan adalah hidayah atau anugerah dari Allah. Imam al Ghazali, mengatakan “Iman adalah cahaya yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya, sebagai anugerah dan hadiah dari sisi-Nya”.

Allah memiliki sifat Maha Kasih Sayang, dan yang diberikan cinta dan sayang-Nya kepada semua orang serta semua mahluknya. Namun lebih dikhususkan diberikan iman hanya kepada hamba terpilih yang di cinta-Nya

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cinta”.

Iman tidak datang begitu saja. Iman akan lahir dari proses kesadaran berpikir yang melahirkan keyakinan kuat dan mampu membenarkan keyakinannya. Sebagaimana makna iman yang berarti membenarkan (tashdiq),

Sempurnanya iman ketika seorang muslim memiliki jiwa ‘tashsiq’. Sebagaimana dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS.49:15)

Dari ayat tersebut bisa difahami bahwa iman adalah ”mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan mengamalkan dalam perbuatannya”.

Dengan demikian, perkara kesempurnaan iman adalah ketika, pertama, keyakinannya sempurna dari sebuah proses iqra’ (pembacaan) tanpa paksaan.

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas pada kata “Sesungguhnya orang-orang yang beriman”, adalah yaitu yang sempurna iman mereka.

Proses kesempurnaan Iman harus melalui proses iqra yang benar. Iman bukan keterwarisan dan bukan pula pemaksaan. Sebab pemaksaan tidak mewariskan keimanan melainkan kepura-puraan (hipokrit).

Kedua, adalah bahwa kesempurnaan iman Itu manakala tidak ragu dengan keimanan yang telah diyakininya “hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu. (Al-Hujurat: 15)

Selanjutnya menurut Ibnu Katsir, menjelaskan bahwa, “Maksudnya, tidak ragu dan tidak bimbang dalam keimanannya. Bahkan teguh dalam suatu pendirian, yaitu membenarkan dengan setulus-tulusnya”.

Hal itu ditandai dengan getaran jiwa dari kecintaannya pada Allah. Semua aktivitas kesehariannya dan totalitas kehidupannya dipersembahkan hanya untuk Allah semata.

Demikian halnya saat disebut nama Allah dan dibacakan ayat-ayat-Nya hatinya bergetar takut dan hauf, cinta penuh harap. Melebihi cintanya pada siapapun selain-Nya.

Sifat itu sebagaimana tergambar dalam Q.S. Al-Anfal Ayat 2: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal”

Dan ketiga, adalah diwujudkan dalam pengorbanan setiap yang diperintahkan Allah. Pengorbanan berupa harta, pikiran, tenaga, waktu bahkan dengan jiwanya. “dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. (Al-Hujurat: 15)

Dari iman yang kokoh dan kuat tanpa sedikitpun keraguan, dengan sendirinya akan tercipta jiwa yang terpanggil memberi pengorbanan yang tinggi. Mereka korbankan diri dan harta benda mereka yang disayanginya untuk ketaatan kepada Allah dan menggapai Rida-Nya.

Komitmen iman seperti ini, memposisikan cinta pada Allah diatas segalanya, baik terhadap harta, jabatan, keluarga bahkan dengan dirinya sendiri.

Kesempurnaan imannya jualah, memposisikan dunia ini bukan tujuan, tapi sebagai alat menggapai tujuan yakin kebahagiaan akhirat yang abadi. Sehingga ketamakannya pada dunia terkalahkan oleh imannya dan kecintaanya pada jihad fisabilillah.

Begitu dahsyat ketika bersemayam kesempurnaan iman itu dalam diri seseorang dari dengan tiga perkara tersebut. Yang disebutkan oleh Allah sebagai Shiddiq, yakin kesempurnaan karena membenarkan imannya dalam wujud nyata dalam kehidupannya.

Terhadap tiga perkara ini, Rasulullah bersabda dalam riwayat Imam Ahmad: “Orang-orang mukmin di dunia ini ada tiga macam, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah; dan orang (mukmin) yang dipercayai oleh orang lain terhadap harta dan jiwa mereka; dan orang (mukmin) yang apabila mempunyai rasa tamak (terhadap sesuatu), maka ia meninggalkannya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.”(*)



BACA JUGA