Saturday, 28 September 2024 | 15:59 Wita

Mendulang Cinta Meraih Nikmat Beribadah (2)

Editor: admin
Share

Oleh: Dwi Fii Amanillah, Kadep Pendidikan DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Cinta membutuhkan pengorbanan yang ikhlas dan totalitas, tanpa tapi tanpa nanti. Kecintaan manusia kepada lawan jenisnya saja mampu membuat seseorang mengorbankan apa saja yang dimilikinya demi mendapatkan kecintaan dari kekasihnya, apa tah lagi kecintaan manusia kepada Pencipta tentulah harus lebih sakral dan lebih tinggi nilai pengorbanannya.

Tercatat dalam sejarah pengorbanan Nabi Ibrahim beserta anak dan istrinya, rela hidup terasing di gurun yang tandus bahkan anak semata wayangnya Ismail alaihi salam rela jika harus disembelih sebagai bukti cinta dan ketaatan memenuhi perintah Allah SWT.

Demikian pula pengorbanan para Nabi dan para syuhada yang tak ragu menyabung nyawa di medan dakwah dan jihad fii sabilillah. Mereka sangat memahami bahwa pengorbanan harta dan jiwa dalam jihad adalah puncak tertinggi dari ibadah sebagai manifestasi sekaligus bukti kecintaan yang agung kepada Allah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta.

Kecintaan yang sangat kuat kepada Allah akan membuahkan kelezatan iman. Makna kelezatan iman menurut Imam An Nawawi adalah kelezatan dalam melakukan ketaatan dan berani menanggung beban berat ketika menjalankan agama, serta lebih mengutamakan agama daripada dunia. Cinta hamba kepada Allâh dapat terwujud dengan mengerjakan ketaatan dan menjauhi maksiat atau kedurhakaan.

Mencintai Allah adalah sebuah kemuliaan bagi seorang hamba, terlebih lagi jika seorang hamba telah mendapat predikat kekasih Allah, menjadi hamba yang sangat dicintai Allah dan dirindukan surga.

Dalam Kitab Fawaidul Fawaid, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Bab 2/15 disebutkan 4 golongan yang dirindukan surga yang dinukil dari kandungan Surah Al Qaf ayat 31-35. Keempat golongan tersebut adalah :

Pertama, Awwab. Yaitu, orang yang banyak bertaubat kepada Allah dari maksiat menuju ketaatan, dari lalai menjadi ingat kepada-Nya. ‘Ubaid bin’ Umair berkata: “Istilah awwab ditujukan kepada seorang yang mengingat dosa-dosanya lalu beristighfar memohon ampun kepada Allah karenanya.” Sa’id bin al-Musayyib menjelaskan: “Awwab artinya, orang yang berbuat dosa kemudian bertaubat, lalu berbuat dosa lagi kemudian bertaubat lagi.”

Kedua, Hafizh. Ibnu ‘Abbas berkata: “Hafizh artinya, orang yang pandai menjaga amanat Allah dan apa-apa yang diwajibkan kepadanya.” Qatadah menerangkan: “Pandai menjaga hak dan nikmat Allah yang dititipkan kepadanya ” . Dengan kata lain, seorang hafiz adalah orang yang pandai menahan diri dari segala yang diharamkan Allah,

Ketiga, Khaasyi ar-Rahmaan. Maksudnya orang yang takut dan tunduk kepada Allah yang Maha Pengasih, sebagaimana dalam ayat 33: (yaitu) orang yang takut kepada Allah Yang Maha pengasih sekalipun tidak kelihatan (olehnya). ”

Ayat ini mengandung pengakuan seseorang terhadap eksistensi Allah dan rububiyyah-Nya, kekuasaan-Nya, ilmu-Nya, serta persaksian bahwasanya Allah mengetahui hamba-hamba-Nya secara terperinci. Di dalamnya juga terkandung pengakuan akan kitab-kitab Allah, para Rasul-Nya, serta perintah dan larangan-Nya.

Terkandung pula pengakuan terhadap janji Allah serta ancaman dan perjumpaan dengan-Nya. Dengan demikian, tidaklah sah pengakuan takut seseorang kepada Allah melainkan dengan mengakui semua ini.

Keempat, Qalbun muniib. Masih pada ayat 33, Allah menyebutkan sifat lainnya bagi penduduk Surga, yaitu: “dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” Ibnu ‘Abbas berpendapat “Yakni, kembali kepada Allah dari perbuatan-perbuatan maksiat, lantas melakukan ketaatan, menunjukkan kecintaan, dan bersimpuh kembali kepada Nya.

    Untuk bisa merasakan kenikmatan beribadah bukanlah pekerjaan yang ringan, terlebih di zaman yang penuh fitnah dan kemaksiatan yang telah merajalela di tengah ummat. Begitu sulit rasanya terhindar dari dosa dan maksiat yang godaannya selalu datang bertubi-tubi, silih berganti menodai kesucian hati dan pikiran. Padahal kenikmatan Ibadah adalah salah satu buah dari kelezatan iman (halawatul iman).

    Salah satu musuh terbesar orang-orang beriman di abad ini adalah gadget yang memiliki peran seperti pedang bermata dua. Di satu sisi menjadi sarana untuk memudahkan akses informasi, komunikasi sekaligus media dakwah dan keilmuan tapi di sisi lain juga menjadi media hiburan yang menebar dosa dan kemaksiatan yang metacuni hati serta pikiran.

    Bahkan saat ini telah menjelma menjadi teman karib yang selalu lekat dan setia menemani di manapun manusia berada. Jika keadaan seseorang  itu tergantung teman dekatnya, sungguh saat ini keadaan seseorang sangat dipengaruhi oleh gadgetnya.

    Ritual ibadah yang tidak dilandasi kecintaan atau lemah kecintaan justru akan menjadi beban bagi hati, jiwa dan fisik (Al Imam IIbnu Qayyim).

    Ada 3 jenis ibadah diantara ibadah-ibadah lainnya yang menjadi sumber kebahagiaan  manusia dan hidupnya hati. Ketiga amalan ibadah itu adalah mendengarkan Al-Qur’an, menghadiri majelis ilmu dan berkhalwat sendiri (dalam ibadah). Dan jika tidak mendapatka hatimu padanya, maka memohonlah kepada Allah agar memberimu hati yang lain karena  hakekatnya hati itu telah mati. (*)



    BACA JUGA