Saturday, 1 April 2023 | 04:28 Wita

Dana Non Halal, Apa dan Bagaimana Pemanfaatanya

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Basori Shobirin, Pegiat Zakat Laznas BMH Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Uang haram bersumber dari dari aktifitas yang dilarang dalam Islam seperti korupsi, hasil penipuan, mencuri atau memperdagangkan barang haram. Sedangkan dana non halal merupakan penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, yang bersumber dari jasa giro atau bunga dari bank.

Dalam praktik lembaga keuangan Islam belum benar-benar mampu melepaskan penerimaan dana non halal. Penggunaan rekening dan giro bank konvensional tetap tunduk pada undang-undang dengan melakukan pencatatan dana non halal sebagai penerimaan khusus.

Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 pada laporan keuangan memiliki komponen yang wajib untuk dipenuhi, meliputi: Neraca (laporan posisi keuangan); Laporan perubahan dana; Laporan perubahan aset kelolaan; Laporan arus kas; dan Catatan atas laporan.

PSAK 109 memberikan penegasan pada perlakuan akuntansi dana non halal meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan. Pengungkapan ini terdiri dari pengungkapan jumlah, sumber, alasan dan penyaluran dana non halal.

Pencatatan

Lembaga zakat bukanlah tempat untuk pencucian uang dari korupsi dan sejenisnya. Namun dana yang didonasikan berasal dari dana halal dengan sumber jelas. Adanya dana non halal merupakan konsekwensi penggunaan jasa bank.

Dana Non Halal yang diterima oleh lembaga zakat maupun lembaga keuangan Islam dicatat secara terpisah, tidak digabung dengan penerimaan, zakat, sedekah, fidyah maupun sebagai penambahan modal.

Pencatatan tersebut secara otomatis akan memisahkan uang perjenis sumber dana, dan akan memudahkan untuk proses penyaluran dan pelaporan pengunaannya.

Penyaluran

Menurut ulama Mesir Dr Yusuf Qardhawi dana non-halal harus disalurkan sesuai ketentuan syariah, Al-Qardhawi menjelaskan, “Menurut saya dana non-halal itu kotor (khabits) dan haram bagi pihak yang mendapatkannya, tetapi halal bagi (penerimanya, seperti fakir dan kebutuhan sosial)

Sedangkan mayoritas ulama berpendapat untuk menghindari adanya konsumsi maupun mengadaan fasilitas ibadah. Dana non-halal didistribusikan untuk proyek sosial seperti pembangunan jalan, pengadaan tempat sampah, MCK dan agenda sosial lainnya. Dana non-halal masuk dalam dana kebajikan, dan laporannya disajikan secara terpisah dari dana yang halal.

Celah Dana Non Halal

Harta atau uang dalam persepektif fikih bukanlah benda haram karena zatnya (‘ainiyah), tetapi haram karena cara memperolehnya yang tidak sesuai syariah (lighairih), sehingga dapat untuk dipisahkan mana yang diperoleh dengan cara halal dan mana yang non-halal. Dengan begitu, dana yang halal dapat diakui sebagai penghasilan sah, sedangkan dana non-halal harus dipisahkan dan dialokasikan untuk kepentingan umum (Sholihin, 2018).

Adanya PSAK 109 memberi celah kepada lembaga zakat untuk dapat menerima dan memanfaatkan dana non halal tersebut bagi kepentingan umum atau sosial. Terlebih fasilitas bank berserta Dana Non Halal tentu nilai nominal uangnya tidak sedikit.

Prinsip kehati-hatiaan dalam menyikapi dana non halal ini lebih patut untuk diutamakan. Sebab tetap saja potensi dana halal sangat lebih besar. Bukan saja berapa banyak rupiah yang kita kumpulkan, namun berkahlah yang kita inginkan. Wallahu A’lam Bis Showab.(*)


Tags:

BACA JUGA