Friday, 3 February 2023 | 10:03 Wita

Menjadi Ahli Waris yang Hakiki

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh: Ust Nasri Bukhari MPd, Ketua DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Siapa sih yang tak senang mendapatkan warisan, apalagi warisannya dari orangtua yang kaya raya. Hartanya tak terbilang begitu banyaknya yang diwariskannya. Warisan adalah peninggalan harta dari orangtua.

Begitulah persepsi orang umumnya. Karena warisan dalam pemahaman umum adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan harta kekayaan yang diberikan kepada ahli waris.

Sebenarna tak salah dan sejalan dengan pemahaman dalam hukum Islam. Bahwa kewarisan adalah hukum yang mengatur segala yang berhubungan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah meninggal dunia kepada ahli waris.

Bahkan kewarisan itu harus memiliki rukun, yakni pewaris telah meninggal dunia, harta uang diwariskan, serta ahli waris yang berhak. Dan yang berhak hanya boleh pihak yang memiliki hubungan perkawinan atau hubungan darah. Selain itu tidak berhak. Sekalipun mendapatkan pembagian harta dari pewaris, bukan kategori warisan.

Betapa ketat Islam mengatur perihal warisan, khususnya dalam peraturan pembagian, baik cara maupun yang berhak menerima.

Betapa mulianya ajaran Islam, yang menuntun manusia pada hal-hal yang sering menjadi masalah besar, yakni urusan harta peninggalan orangtua atau pewaris,

Waratsatul Anbiyaa

Pada hakekatnya terdapat urusan yang lebih penting dari urusan kewarisan dari harta kekayaan. Dinul Islam serta implementasinya adalah warisan yang bernilai harganya

Sehingga seseorang yang memiliki aqidah yang kuat buah dari keluasan dan kedalaman ilmunya, disertai dengan akhlaq keseharian sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, itulah disebut Ulama.

Karena kedalaman ilmunya, akhlaqnya dan komitmen menjalankan sunnah Rasul sehingga ulama sebagai pewaris nabi, Rasulullah  SAW bersabda,

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنَ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi)

Dalam laman malang.muhammadiyyah.or.cid
dijelaskan seorang  alim bukan orang pada umumnya sebab jika kualitas dirinya sama dengan yang lainnya maka orang banyak pun akan memandangnya sebagai pribadi yang lumrah saja.

Aspek kemanusiaan yang utuh dan paripurna, fisik yang sehat dan kuat, akal intelektual yang komprehensif serta dihiasi dengan jiwa yang mulia. Menjaga perilakunya sehingga apa yang dilakukannya menjadi panutan dan teladan bagi orang di sekeliling nya.

Warisan keulamaan adalah warisan haqiqi, dia pewaris sesungguhnya dari para nabi, lebih mulia dari sekadar warisan harta benda. Rasulullah pun menjaminkan sebagai warisan terbaiknya melebihi dinar. Sebagaimana sabdanya;

من سلك طريقًا يطلبُ فيه علمًا، سلك اللهُ به طريقًا من طُرُقِ الجنَّةِ، وإنَّ المَلائكةَ لَتضعُ أجنحتَها لطالبِ العلمِ رضًا بما يصنع، وإنَّ العالمَ لَيستغفرُ له مَن في السمواتِ، ومن في الأرضِ، والحيتانُ في جوفِ الماءِ، وإنّ فضلَ العالمِ على العابدِ كفضلِ القمرِ ليلةَ البدرِ على سائرِ الكواكبِ، وإنَّ العلماءَ ورثةُ الأنبياءِ، وإنَّ الأنبياءَ، لم يُوَرِّثوا دينارًا، ولا درهمًا، إنما وَرّثوا العلمَ، فمن أخذه أخذ بحظٍّ وافرٍ  

“Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Orang yang mengajarka

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Orang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi sampai ikan di air. (HR.Abu Dawud, Tirmizi dan Ibnu Majah)

Hadist tersebut memotivasi ummat Islam, bahwa siapa saja bisa menempuh jalan menjadi ulama adalah jalan terbaik sebagai pewaris Nabi, dan kedudukannya termulia.

Sebab ulama menduduki posisi terbaik setelah Nabi. Walau tak mungkin menggantikan posisi Nabi tapi dia berperan dan berkewajiban menggantikan tugas kenabian, mendakwakan Islam dan memperagakan Islam itu sendiri pada diri, keluarga dan lingkungannya.

Ahli Waris Terbaik

Apakah hanya menyandang status ulama sebagai pewaris? Ulama dan siapa saja yang menuntut ilmu dan mengamalkan ilmu menjadi termuliakan dirinya. Karena dia terpilih mendapatkan warisan dari Allah berupa Alquran. Sebagaimana firmanNya menjadi termulia setelah Nabi.

ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ

“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (Fathir: 32)

Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (al-Qur’an) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi al-‘ulama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi).” (Fathul Bari, 1/83)

Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah, “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu al-Kitab (al-Qur’an).

Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu. Tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para sahabat dan orang-orang setelah mereka”.

Abdurrahman Assa’di, mengatakaan “Dialah orang yang selalu menunaikan amalan-amalan fardhu dan banyak mengerjakan amalan-amalan sunnah, meninggalkan yang haram dan makruh, mereka dipilih oleh Allah SWT untuk mewariskan Alquran ini, sekalipun tingkatan mereka berbeda-beda dan kondisi mereka tidak sama. (Tafsir Alquran “Assa’di” jild.6 h.30)

Nampak jelas bahwa yang harus selalu dikejar dan dimiliki banyak adalah warisan Alllah yakni Alquran dalam segala perpektif yang menjadikan sebagai ahlul Quran. Dan tentu peng-amalan Alquran itu sendiri dalam kehidupan sehingga terwujud peradaban Islam dalam keluarga, masyarakat, serta kehidupan berbangsa dn bernegara.

Wallahu A’lam bishshowaf.(*)



BACA JUGA