Monday, 11 September 2023 | 08:31 Wita

Dedikasi Ustadz HR dan Hidayatullah di Kendari

Editor: Humas DPW Hidayatullah Sulsel
Share

Oleh : Ust H Dwi Di Amanillah, Kadep Pendidikan dan Kepesantrenan DPW Hidayatullah Sulsel

HidayatullahSulsel.com — Seorang Ustadz Senior sebut saja dengan “Ustadz HR” yang juga termasuk salah seorang pejuang perintis dakwah di Sulawesi Selatan kemudian hijrah ke Kota Kendari Sulawesi Tenggara di awal tahun 90 an untuk melanjutkan perjuangan merintis dakwah di sana.

Di sebuah kota kecil yang terkenal dengan julukan kota Lulo. Berawal dari rumah kontrakan sederhana di jalan Melati, beliau memulai kiprah dakwahnya dengan mengajar Al Qur’an di Masjid Agung Kota Kendari dan membina beberapa santriwati mahasiswi.

Para santriwati itu saat ini sudah tersebar di berbagai penjuru Sulawesi Tenggara sebagai mujahidah-mujahidah tangguh yang berperan besar dalam perintisan kampus-kampus peradaban di wilayah tersebut.

Geliat dakwah di Sulawesi Tenggara diawali dengan dirintisnya pondok pesantren Hidayatullah Kendari di beberapa petak lahan empang yang diwakafkan oleh seorang purnawirawan almarhum H Hamid.

Begitu banyak kisah heroik yang sarat dengan muatan hikmah mengiringi perjalanan Ust HR merintis dakwah di Kota Kendari. Dengan penuh kesabaran dan ketekunan beliau mendidik santri-santri awal, yang mayoritas berasal dari kepulauan Buton dan Muna.

Selain dikenal ramah dan sangat dekat dengan para santrinya, Ust HR juga dikenal sebagai sosok yang pemaaf, santun dan berwibawa. Suatu ketika terjadi kegaduhan di pondok putra yang disebabkan raibnya salah satu kendaraan dinas pondok yang dicuri pada saat sholat subuh.

Peristiwa itu pun ramai menjadi perbincangan di kalangan warga dan pengurus. Tak sedikit di antara mereka yang menyesalkan dan menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada guru yang diamanahi memegang kendaraan tersebut.

Apalagi malam hari sebelum kejadian, motor tersebut dipinjam oleh salah seorang pengasuh santri untuk urusan kuliah, saat kunci dikembalikan ia tidak sempat mengecek keamanan kendaraan itu yang diparkir di sisi kantor dekat masjid.

Sang guru pun sempat shock karena peristiwa kehilangan motor dinas tersebut. Mendengar kegaduhan tersebut Ustadz HR pun datang menenangkan suasana, dengan bijak beliau berkata,

“Kader itu mahal, kalau motor yang hilang insha Allah bisa diganti” Seuntai kalimat singkat, namun kandungan maknanya sangat dalam.

Ada pula sebuah kejadian unik yang menimpa salah seorang kader pemgurus yang mengalami “kegoncangan” dan ingin pindah ke wilayah lain, karena merasa tak sanggup menerima beban amanah yang berat dan ujian fitnah yang menerpa dirinya.

Saat Ia menghadap Ustadz HR untuk mengutarakan keinginannya untuk pamit meninggalkan medan juang pindah ke wilayah lain, ternyata Ustadz HR sudah mendengar informasi terkait rencana kepindahan salah satu kadernya itu. Di tengah sejuknya embun pagi masih menyelimuti kawasan pondok pesantren putri, saat keduanya bertemu di samping musholla putri, berbincang layaknya seorang ayah dan putra kesayangannya.

Nasehat dan pertimbangan yang diberikan ternyata belum menyurutkan keinginan sang kader untuk segera membawa keluarganya meninggalkan tempat pengabdian mencari suasana baru di tempat lain.

Sambil menahan nafas Ustadz HR berpikir keras mencari jalan untuk bisa membuat kadernya tetap bertahan di tenpat tugasnya, tak lama kemudian beliau berucap “Oke lah kita sudah cukup lama bersama-sama berjuang di tempat ini, kalau antum ingin pergi ,ayo kita sama -sama pergi meninggalkan tempat ini!”

Mendengar ucapan Ustadz HR, kader tersebut pun tertegun dan akhirnya mengurungkan niatnya untuk lari dari medan perjuangan.

Tugas berat para pejuang perintis dakwah adalah menjaga niat dan keikhlasan dalam berjuang. Godaan ketertarikam kepada duniawi tak pernah sepi menhampiri setiap mujahid dakwah, demikian pula yang dialami ustadz HR.

Menyaksikan dedikasi dan pengorbanan beliau merintis berdirinya kampus peradaban pesantren Hidayatulllah Kendari maka pewakaf lahan pesantren tergugah hatinya untuk memberikan sebidang tanah kapling di sebelah rumahnya untuk pribadi Ustadz HR.

Seirimg dengan perkembangan waktu, tanah tersebut kemudian di barter dengan lokasi lain yang berdekatan dengan masjid pesantren. Tak lama setelah itu, pengurus pesantren berinisiatif membangun rumah beliau di atas lahan tersebut. Belum setahun rumah tersebut di tempat , beliau harus berhijrah ke Ibukota untuk menerima amanah baru di kantor pusat Jakarta.

Rumah beserta tanah yang menjadi hak beliau kemudian dihibahkan ke pesantren. Beliau merasa cukup diberi biaya transport kepindahannya ke Jakarta.

Sikap mental seperti ini hanya bisa dimiliki oleh para pejuang dakwah yang berjiwa murobbi yang setiap prilaku dan sepak terjangnya selalu menjadu teladan dan inspirasi bagi generasi pelanjut.(*)



BACA JUGA