Saturday, 9 December 2023 | 22:38 Wita

Alhamdulillah Silatnas Sudah Luar Biasa

Editor: admin
Share

Ceramah BPU, Evaluasi Panitia Silatnas

Silatnas, HidayatullahSulsel.com — Saya baca tadi ayat, firman Allah: “Katakanlah: Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya…” (An-Naml [27]: 59). Alhamdulillah, ini terpilih semua.

Saya sangat menjaga diri supaya dapat prima melaksanakan tugas, mengendalikan acara di masjid dan menyampaikan apa yang bisa saya sampaikan. Karena semua penyampaian saya itu harus dari tetesan shalat malam. Saya tidak berani mencoba keluar dari itu.

Sehingga satu kerugian besar saya karena tidak pernah turun shalat malam di masjid, itu satu kerugian saya, kerugian besar. Selain karena harus ya jadi memang tiga malam acara puncak Silatnas dan tiga malam pula saya harus menyiapkan air di rumah.

Karena banyak tamu di rumah jadi harus siapkan air. Kalau tidak, justru itu mengganggu saya. Tapi spiritnya ada, bahwa inilah pengorbanan sedikit menghadapi acara Silatnas ini, melayani tamu di rumah yang dari kampung,  semua naka-anak hadir semua, cucu-cucu hadir semua

Alhamdulillah, walaupun tamu-tamu di rumah itu saya tidak kasi makan telur itik, padahal saya pesan telur asin dari Sulsel. Ternyata saya hanya bagi ke tetangga, ada yang ke Gunung Binjai, itu sebagai bentuk pelayanan juga, kalau tamu-tamu yang datang ini dipesan khusus saja, satu kali makan coto (Makassar) dan pelayanan satu hari itu bahkan sampai malam.

Dan di situ energinya juga, bahwa alhamdulillah ternyata bisa saja berjalan itu. Jadi walaupun saya tidak turun di masjid, tapi harus saya selesaikan wirid-wirid, mejelang jam tiga jam empat, walaupun tidak full juga yang penting sudah terpenuhi wirid-wirid itu. Karena dalil-dalil itu mengesankan kalau itu memberi energi

Ada itu di surah apa ya? … fasabbih bihamdi Rabbika…
Firman Allah: “Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar),” (Ath-Thur [52]: 49)
Firman Allah: “Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat,” (Qaf [50]: 40)

Bahwa di shalat itu banyak tasbih ternyata setelah shalat juga disuruh bertasbih juga. Energi ini perlu disampaikan, karena itu bisa menjalar, bisa membuat lurus pikiran dan omongan juga, jadi lurus pikiran, omongan dan jiwa juga jadi lurus. Saya selalu apa itu mengulang, kalau apa yang saya baca itu belum masuk di hati, saya ulang lagi.

Tadi saya baca alhamdulillah. Itu kadang baru bertutur saja, tidak konek di hati. Itu harus dikonekkan. Apalagi membaca “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” tidak hanya bertutur di lidah tapi juga bertutur ke hati.

Ini penting sekali disampaikan ya. Bahkan kita akan merancang lagi khusus untuk Ummul Qura untuk para santri dan semua warga. Alhamdulillah kalau hal-hal yang bersifat material itu sudah sukses besar. Karena orang yang datang itu sudah biasa yang begitu, kurang-kurang itu sudah biasa, maka saya menyambutnya dengan energi itu.

Firman Allah: “(Sambil mengucapkan): Salamun ‘alaikum bima shabartum. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu,” (ar-Ra’d [13]: 24). Karena mereka memang sudah bersabar sebagaimana kita selama ini sudah bersabar.

Kalau hal-hal itu dengan sendirinya sudah bisa dimaklumi semua. Namun kita sebagai tuan rumah namanya pelayanan itu harus prima kita siapkan. Sebagai tuan rumah semua harus disiapkan dan dikerahkan. Kalau sudah dikerahkan ya sudah.

Tapi yang harus selalu menjadi titik tekan dari kita semua bahwa benar-benar pertemuan ini membuat silaturahim itu sampai ke dalam. Benar-benar sampai ke dalam. Sampai kepada ta`liful qulub. Benar-benar bisa dirasakan sebagai “bi nikmatihi ikhwanan”

Karena persoalan-persoalan yang ada ini, dimana saja. Di rumah tangga juga seperti itu. Persoalan-persoala yang terjadi di pelosok dimana petugas Hidayatullah berada ya karena persoalan itu. Pesoalan hati saja, tidak ada yang lain

Sehingga inilah yang perlu kita usahakan benar-benar di masjid itu ada kesan adanya kenikmatan beribadah kenikmatan baca Qur’an, walaupun ada yang saya koreksi satu yaitu bertutur satu suara yang dipimpin dalam membaca tawajjuhat (wirid pagi sore). Sebenarnya tidak perlu. Tinggal di komando di halaqah. Bahwa semua bertutur dengan tawajjuhat. Bertutur sendiri. Tapi karena tidak siap semua tawajjuhatnya. Makanya saya katakan menjelang acara (Silatnas) itu semua harus punya (buku saku) tawajjuhat, semua harus mengantongi itu.

Kedua, ada waktu khusus membaca al-Qur’an. Semua membaca al-Qur’an di (halaqah) asyratul kiram itu. Semua membaca al-Qur’an paling tidak dua lembar dalam sekali shalat sebelum atau sesudahnya. Artinya benar-benar masih bisa tamat al-Qur’an. Masih bisa baca al-Qur’an satu juz satu hari.

Saya terlalai di hari pembukaan itu karena hanya bisa baca satu juz. Selainnya itu masih bisa baca dua dan tiga juz. Di hari pembukaan itu sulit sekali tidak bisa. Padahal seharusnya memang semua yang hadir itu masih bisa baca satu juz satu hari. Dan saya merabanya merenungkan itu sedikit yang bisa baca satu juz satu hari.

Jadi secara fisik itu sudah luar biasa. Pelayanan semuanya. Bahkan mungkin berlebihan sudah. Karena orang-orang yang dilayani kecuali yang baru datang baru hadir di Hidayatullah. Itupun sebenarnya orang yang baru datang itu bisa terpesona dengan keadaan yang ada, bisa merasakan nikmatnya terasa shalat kegiatan di masjid, tapi kita yang punya harapan besar ke depan. Itu masih angkanya harus di-upgrade. Makanya harus sigap, jangan biarkan energi itu berlalu. Harus sigap. Seperti energi al-Waqi’ah itu.

Firman Allah: “Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah),” (Al-Waqi’ah [56]: 10-11)

As-sabiquna as-sabiqun. Bagaimana setelah Silatnas itu perlombaan benar-benar terjadi. Kalau tidak berarti biasa-biasa saja. Kalau tidak terjadi maka harus sigap warga Ummul Qura ini. Bagaimana nanti santri, mereka sigap ke masjid. Karena ketika ini dilakukan sabiqun bil khairat itu lebih mudah sebenarnya. Karena kalau orang sudah merasakan jadi mudah memang.

Terbukti yang saya lihat dan perhatikan secara langsung karena banyak membaca al-Qur’an lebih mudah dikomandoi secara jama’i. Mungkin kalau yang lain itu lebih mudah juga tapi belum mampu untuk berjamaah.

Anak tahfizh (Ahlus Shuffah Gunung Binjai) itu MasyaAllah dalam semua hal. Bukan main itu setiap hari bolak balik (jarak Gunung Binjai ke Gunung Tembak tujuh kilometer) dan ada pionernya seperti Pak Kaspan ini. Jadi “sabiqun bil khairat” itu tergantung eksistensi yang dibangun di situ. Ini yang harus di-follow up.

Alhamdulillah panitia sudah solid. Jangan pengalaman ini bubar lagi. Itu harus bergerak. Yang di pendidikan bagaimana energinya itu, yang bergerak di dunia dakwah bagaimana energinya itu. Itu sudah dulu.

Kalau dari segi SC (Panitia Pengarah) yang saya evaluasi SC itu menghadirkan tamu-tamu nasional yang kurang sigap. Untung ada ustadz Nashirul (Ustadz Nashirul Haq, Ketua Umum DPP Hidayatullah) sudah punya komunikasi yang baik. Jadi bisa mengambil tamu yang tabligh akbar itu (KH. Cholil Nafis), karena memang sudah berteman jadi mudah saja. Termasuk juga wakil Menteri itu bisa datang karena komunikasinya sudah baik.

Padahal, muballigh kondang yang pernah datang di sini, Pak Shomad (Ustadz Abdul Shomad) beberapa tahun lalu dia datang itu, ada tiga tahun ya? Itu dulu sudah dibisik. Kenapa bisa dikatakan tidak bisa hadir karena sudah penuh acaranya, tiga tahun tidak mungkin. Hanya satu tahun saja mungkin. Ini kelalaian.

Termasuk yang dicanangkan khatib Jumat (Ustadz Adi Hidayat) sudah dicanangkan tapi tidak dikerjakan dengan baik. Bahkan ketua SC-nya pernah mengatakan, sudah cukup Pak Zainuddin (Ustadz Zainuddin Musaddad, Dewan Murabbi Pusat Hidayatullah), saya bilang tidak tidak begitu. Ini alasan mati.

Karena acara nasional jadi mau menghadirkan tokoh-tokoh nasional itu. Jadi itu alasan mati. Alasan karena tidak bisa. Ini termasuk persoalan besar bagi saya. Karena melalaikan tugas nasional.

Kalau ini pelaksanaan ini sudah bagus, berlebihan sudah. Bahkan memberi inspirasi dan pengalaman bagi kita. Bahwa ternyata menghadirkan orang sekian banyak itu sudah ada polanya. Jadi sudah dipolakan. Di antaranya yang besar misalnya warga sudah bisa melayani tamu. Kalau perlu dirikan memang tenda di rumahnya.

Pak Sahlan (warga senior, tukang di kampus Gunung Tembak) saja itu lebih dari empat puluh orang di rumahnya, Pak. Sampai tidur-tiduran di emperan di luar itu. Dan dia bukan orang, bukan juga apa namanya. Artinya masih miskin juga itu. Sama-sama miskinnya kita itu. Semua bisa menerima tamu. Apalagi kalau diperbanyak lagi, memang kita sudah siapkan tenda besar di rumah.

Ada hikmah besar juga yang saya lihat. Ketika Kodam (Kodam VI Mulawarman, Balikpapan) tidak memberikan kendaraan. Ini senang sekali taxi (kendaraan angkutan umum di Balikpapan). Berdoa itu taxi, Pak. Semoga nanti ada acara-acara besar nasional Hidayatullah lagi. Panen Pak.

Dan itu diperlukan karena itu dakwah. Bagaimana kita menindaklanjuti para sopir taxi itu. Seandainya bisa semua sopir taxi nomor tujuh (rute Balikpapan Timur) itu diundang semua. Diucapkan terima kasih baru dikasi snack. Itu dakwah, Pak. Dakwah paling bagus ini.

Termasuk juga mengundang semua pemilik katering kecil di lingkungan (pesantren) ini. Dari Manggar sampai sini. Makanya saya bilang kemarin seribu katering mau dihadirkan. Karena itu dakwah juga. Selain kita dakwahi bahwa kalau bapak melayani tamu ini dengan baik ada berkahnya itu karena ini semua pejuang.

Kita dakwahi. Dan boleh jadi dia tidak hanya mencari keuntungan di situ. Tapi juga mencari berkah. Kalau sudah masuk dalam memorinya yang namanya berkah. Itu Allah akan kasi tambah berkahnya. Ini kan semuanya dari Allah. Bukan dari kita. Kita ini hanya jadi mediator-mediator saja. Jadi kita siap-siap menjadi tuan rumah yang melayani tamu.

Saya bingung juga. Waktu mengatakan sepuluh juta. Itu saya pinjam dari DPP (Hidayatullah) dari BMH Pusat itu. Saya meminjam uang itu. Karena ada juga pembiayaan yang harus saya lakukan. Membayar tukang. Saya pinjam itu. Sudah. Saya pikir bagaimana ini ya, masih harus ada pengeluaran sampai dua puluh juta itu. Tapi darimana uangnya. MasyaAllah ada yang kasi uang itu. Begitu saya bilang ke pak Erwin. Pesankan saya untuk (porsi) 250 orang di Torani (Rumah Makan Torani di Balikpapan). Tapi belum ada uangnya itu. MasyaAllah.

Pak Imran itu, adiknya Pak Mannan (ustadz Ali Imran dan Ustadz Abdul Mannan rahimahullah) kasi uang sepuluh juta. Langsung tidak singgah uang itu. Langsung. Lima belas juta itu biaya kateringnya dari Torani. Dan banyak lagi biaya-biaya makanan itu.
Orang di rumah itu, tamu saya yang dari kampung itu bilang darimana makanan-makanan ini? Allah kasi datangkan itu. Ada dari Sulawesi kasih ikan kering. Ada yang kasih madu. yang bawakan telur mentah. Pokoknya ada.

Sehingga energinya ada. Bahwa ternyata melayani tamu itu luar biasa juga. Justru yang saya pikir ini, aku mau ke Sulawesi belum ada uangku lagi. Masih ada beban di sana. Dan saya mau bikin di sana Silaturahim Regional. Sudah bikin pamflet besar. (Baliho) ukuran besar (di acara Silatnas) itu sudah saya kirim. Beberapa famplet sudah kukirim kesana.

Saya mau bikin di sana di lapangan di kampung. Karena ternyata ini menarik. Baru kita undang orang-orang. Orang Pinrang kita undang. Ada cara baru yang bisa kita lakukan untuk mengenalkan Hidayatullah. Bahwa begini Hidayatullah.

Alhamdulillah Silatnas sudah luar biasa. Lebih dari apa yang terbayang-bayang di pikiran saya. Sehingga bagaimana lagi, saya bilang mimpikah saya punya sepuluh trilyun?

Kemarin ustadz Nashirul pamit. Pamit  ustadz. Karena ini ada musyawarah MUI (di Jakarta). Beliau hadiri acara MUI di sana. Saya sudah sampaikan bahwa ustadz Nashirul sudah harus keliling dunia. Mencari siapa yang memiliki uang banyak dan mau mendirikan desa modern klasik dan alamiah di Kawasan Gunung Tembak ini. Beliau harus keliling cari itu orang yang punya duit. Kita doakan. Ada raja telurkah? Atau siapa saja. Keliling Indonesia dan keliling dunia.

Fa idza faraghta fanshab (Jika engkau sudah tuntas mengerjakan satu aktifitas, maka segera kerjakan aktifitas lain yang bermanfaat). Karena kalau jadi Jambore Internasional. Kita akan menghadirkan anak-anak muda semua. Kalau 2025 nanti presidennya baru. Maka komunikasi harus terus ada. Supaya presiden baru itu yang harus hadir nanti. Benar-benar hadir secara fisik. Jadi jambore nasional di Gunung Tembak ini. Bahkan penasihat (ahli hukum) Kapolri (Dr. Choirul Huda) itu mengatakan, harus internasional.

Jadi itu luar biasa. Sehingga begini. Pendidikan ini benar-benar mengefektifkan pelajaran. Jangan anak-anak itu dikorbankan. Benar-benar diefektifkan. Guru-guru betul-betul disiplin. Ditambah jam Pelajaran. Tidak jam tujuh pagi masuk sekolah. Bukan jam tujuh pagi. Tapi habis halat malam habis ahlat Subuh sudah masuk sekolah.

Benar-benar ini bukan saya omong kosong. Harus seperti itu. Dan bahkan akan memiliki prestasi yang lebih dengan cara ini. Karena saya sudah tempuh itu. Guru saya di Yogyakarta jam dua malam sudah datang. Memang ketat sekali. Sudah shalat malam kita, mengajar dia. Habis shalat Shubuh, mengajar lagi. Dan pelajaran abis shalat Shubuh itu minimal sampai jam delapan pagi. Sudah itu bersih-bersih makan, sapu-sapu, angkat air, setelah itu masuk kelas lagi.

Jadi ini harus di-upgrade. Kalau bisa tidur semua di masjid. Saya lihat LPPH ketawa. Benar-benar ini, Pak. Militansinya ada. Naik turun (tangga masjid) Baca semua buku. Jangan keluar dari perpustakaan. Membaca. Baca semua buku.

Jadi ini inspirasinya yang datang kepada saya. Anak-anak akan jadi korban kalau konvensional dan manual acaranya. Mengajarnya konvensional. Cara pendidikan konvensional. Tidak bisa. Kembalikan ruhnya pendidikan. Kita kan semua orang pintar ini. Sarjana doktor. Mana ada ulama dengan cara ini. Dengan cara konvensional ini. Mana ada ulama besar lahir. Tidak ada. Lihat perjalanan sejarah. Apa yang saya katakan itulah yang pasti. Itu saja penutupnya dulu. Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.(*)

Masjid Ar Riyadh Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan, Ahad (2/12/2023)



BACA JUGA